Sifat hasud bisa dirasakan sendiri dengan ciri-cirinya adalah tidak menyukai jika orang lain sukses, (apalagi jika orangnya seumuran atau lebih muda dalam usia) dan senang jika melihat oranglain terkena musibah.

Perlu diketahui bahwa sifat hasud dilahirkan dari sifat dengki (al-hiqdu) dan sifat dengki dilahirkan dari sifat marah (al-ghadab). Jika dianalogikan marah ibarat batang pohon, cabangnya adalah dengki kemudian rantingnya adalah hasud. Kemudian hasud itu akan memunculkan sifat-sifat tercela lainnya yang banyak dan merugikan. Sebagaimana dalam hadis Nabi :

Hadis Tentang Bahaya dan Larangan Hasud

الحسد يأكل الحسنات كما تأكل النار الحطب

Artinya: “Dengki itu memakan kebaikan, sebagaimana api memakan kayu kering”.

لا تحاسدوا ولا تقاطعوا ولا تباغضوا ولا تدابروا وكونوا عباد الله إخوانا

Artinya: “Janganlah kalian saling mendengkii, janganlah kalian saling memutus (silaturrahim), janganlah kalian saling memarahi, janganlah kalian saling membelakangi! Hendaklah ada kalian itu menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara !”.

Kisah Sahabat Nabi Ahli Surga

Kisah ini diceritakan dari Anas Rodhiyallhu Anhu (Sahabat Nabi) : Pada suatu hari dalam majlis, para sahabat sedang duduk bersama Nabi Muhammad صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, kemudian Nabi berkata kepada para sahabat “Sekarang akan datang kepada kalian dari celah bukit ini seorang ahli surga” Kemudian tidak lama setelah Nabi berkata seperti itu, muncul laki-laki dari kabilah Anshor yang terlihat pada janggutnya bercucuran air dari wudhunya sambil bawa sandal pada tangan kirinya lalu laki-laki itu memberi salam.

Pada hari besoknya, dihari kedua Nabi berkata dengan perkataan yang sama, bahwa akan datang seorang ahli surga, dan muncul lagi laki-laki kemarin. Sampai dihari ketiga Nabi juga mengatakan hal yang sama dan muncul lagi laki-laki yang sama.

Setelah Nabi beranjak dari majlis, ada satu sahabat namanya Abdullah bin Umar bin Ash Rodhiyallhu A’nhum penasaran terhadap laki-laki yang sudah 3 hari dikatakan Nabi sebagai ahli surga itu, kemudian mengikuti laki-laki tersebut dan kemudian berkata Abdullah bin Umar bin Ash pada laki-laki tersebut “Sesungguhnya aku sedang bertengkar dengan ayahku, Lalu aku bersumpah aku tidak akan masuk ke tempat ayahku tiga malam. Jika engkau mau memberikan tumpangan kepadaku sehingga berlalu tiga malam itu, maka maka aku akan senang”. Laki-laki itu menjawab: “Ya, boleh!”.

Kemudian Abdullah bin Umar bin Ash menginap di rumah laki-laki tersebut, setiap malam Abdullah bin Umar bin Ash setiap malam mengintip laki-laki tersebut yang dikiranya mungkin ahli surganya karena banyak sholat malam ternyata selama 3 malam menginap tidak sedikitpun terlihat shalat malam seperti tahajud ataupun witir.

Laki-laki itu hanya berbalik-balik di atas tempat tidurnya sambil berdzikir kepada Allah Ta’ala. Dan laki-laki itu tidak bangun, sebelum bangun untuk shalat fajar.

Setelah berlalu tiga hari, Abdullah bin Umar bin Ash hampir meremehkan pekerjaan laki-laki tersebut karena tidak melihat hal-hal yang spesial.

Kemudian Abdullah bin Umar bin Ash bertanya pada laki-laki yang dipuji Nabi tersebut “Wahai hamba Alloh, sesungguhnya tidak ada masalah antara aku dan ayahku, tetapi sesungguhnya aku mendengar Nabi Memuji engkau begini dan begini. Kemudian aku bermaksud untuk mengetahui amalan engkau. Maka aku tidak melihat engkau berbuat amalan yang banyak. Maka perbuatan apa yang membuat engkau sampai dipuji Nabi hingga sedemikian?”.

Lalu laki-laki itu menjawab: “Tidak adalah yang lain, selain apa yang eng­kau lihat”.

Maka setelah mendengar jawabannya Abdullah bin Umar bin Ash mau hendak meninggalkannya, laki-laki tersebut memanggil dan berkata “Tidak ada yang lain, selain apa yang engkau lihat. Hanya aku tidak mendapati pada diriku keinginan untuk menipu memperalatan manusia dan tidak ada rasa hasud terhadap seseorang kaum muslimin atas kebajikan yang diberikan oleh Allah kepada­nya”.

Kemudian setelah mendengarkan penjelasan lelaki tersebut, Abdullah bin Umar bin Ash berkata “Itu dia kebaikan engkau, sifat yang membawa engkau sampai pada tingkatan dipuji oleh Nabi, sedangkan aku tidak mampu untuk melakukan kebaikan / sifat tersebut”.

Sumber, kisah tersebut di ambil dari hadis yang diriwayatkan oleh Anas Rodhiyallhu A’nhu dari kitab Ihya Ulumiddin karangan Imam Al-Ghazali pada bagian rubu’ muhlikat kitabul ghdob walhiqdi dalam bahasan dzimmul hasad atau mencela hasud. Berikut ini adalah teks hadisnya.

Hadis Tentang Kisah sahabat Nabi

Hikmah Pelajaran Dari Kisah Tersebut

  1. Sifat hasud merupakan sifat tercela yang dapat menimbulkan banyak masalah
  2. Pada kisah dari hadis ini tidak diceritakan nama sahabat yang dipuji Nabi, dengan kata lain sahabat tersebut bukan sahabat besar atau terkenal, dengan demikian jangan mudah meremehkan oranglain.

Wallohu’alam semoga tulisan ini bermanfaat, mohon ma’af jika dalam tulisan Apipah ini masih banyak kekurangan dan mungkin perlu perbaikan dikemudian hari.